lembaga keuangan & lembaga keuangan syariah
Lembaga keuangan adalah badan usaha yang mengumpulkan asset dalam bentuk dana dari masyarakat dan disalurkan untuk pendanaan proyek pembangunan serta kegiatan ekonomi dengan memperoleh hasil dalam bentuk bunga sebesar prosentase tertentu dari besarnya dana yang disalurkan. Sekalipun perbankan kovensional telah menjadi bagian utama dalam menjalankan roda ekonomi namun masih banyak kalangan ulama menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari aktivitas perbankan tidak sesuai dengan ajaran islam. Sejalan dengan itu terakhir muncul lembaga keuangan dalam konsep ekonomi islam yang dikenal dengan perbankan syari’ah, namun faktanya pemakai jasanya perbankan syari’ah juga banyak dari kalangan non-islam. Lembaga keuangan merupakan bagian utama dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Lembaga keuangan utama adalah Bank. Dengan bantuan lembaga keuangan para pelaku usaha dapat melakukan transaksi keuangan dalam jumlah besar yang tidak mungkin dilakukan secara tunai.
KLASIFIKASI LEMBAGA KEUANGAN
Lembaga keuangan (atau sering juga disebut Iembaga intermediasi) dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung. Atas dasar tersebut lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi lembaga keuangan depositori (depository financial institution) dan lembaga keuangan non¬depositori (non depository financial institution).
Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary. Lembaga keuangan ini menghimpun dan secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Unit surplus memiliki kelebihan pendapatan, setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa seperti ini adalah bank-bank.
Lembaga keuangan non depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan Non bank. Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions) yaitu menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi, program pensiun. Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun.
Lembaga keuangan investasi (investment institution) misalnya perusahaan efek, reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan (finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit.
PERAN LEMBAGA KEUANGAN DALAM PROSES INTERMEDIASI
Intermediasi keuangan adalah proses/kegiatan pengalihan dana dari penabung (ultimate lenders) kepada peminjam (ultimate borrowers). Proses intermediasi dilakukan oleh lembaga keuangan dengan cara membeli sekuritas primer yang diterbitkan oleh unit defisit dan dalam waktu yang sama lembaga keuangan mengeluarkan sekuritas sekunder kepada penabung atau unit surplus. Sekuritas primer antara lain dapat berupa saham, obligasi, commercial paper, perjanjian kredit dan sebagainya. Sementara yang termasuk sekuritas sekunder adalah giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, polis asuransi, reksa dana dan sebagainya.
Fred C. Yeager, Dalam Bukunya Financial Institutions Management Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang sangat strategis dalam proses intermediasi keuangan scbagai berikut:
Pengalihan aset (asset transmutation) Untuk memenuhi kebutuhan dananya, unit ekonomi menerbitkan sekuritas primer yang jangka waktunya dapat disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya. Surat-surat berharga yang diterbitkan oleh unit defisit kemungkinan jumlah, jangka waktu dan bentuknya berbeda dengan kebutuhan unit surplus. Lembaga keuangan memecahkan masalah tersebut dengan membeli sekuritas primer tersebut dengan menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan sekuritas sekunder. Dengan menerbitkan sekuritas sekunder untuk ditukarkan dengan dana unit surplus dan kemudian menukarkannya dengan sekuritas primer yang dikeluarkan unit defisit. Lembaga keuangan mengubah sekuritas unit surplus menjadi kewajiban. Proses pengalihan dari kewajiban menjadi kekayaan disebut Transmutasi aset.
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan.
Realokasi pendapatan. Untuk merealokasi penghasilan pada dasarnya dapat saja membeli dan menyimpan barang misalnya rumah, tanah dan sebagainya, namun dengan memiliki sekuritas sekunder yang dikeluarkan lembaga keuangan misalnya simpanan di bank, polis asuransi jiwa, reksa dana, program pensiun dan sebagainya, akan jauh lebih baik dibandingkan dengan alternatif pertama. Karena Rumah tangga umumnya digunakan untuk tujuan yang bersifat konsumtif dan bukan untuk peningkatan pendapatan di masa yang akan datang. Sementara unit usaha, penerbitan sekuritas primer untuk tujuan investasi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.
Transaksi. Sekuritas sekunder yang diterbitkan Iembaga intermediasi keuangan seperti rekening giro, tabungan, deposito berjangka atau sertifikat deposito dan sebagainya, merupakan bagian dari sistem pembayaran / transaksi.
1. Bank Syariah
i.
Pengertian
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai
fungsi utamanya adalah menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa
pengiriman uang, pada awalnya istilah
bank memang tidak di dikenal di dunia islam, yang lebih dikenal adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih
pajak yang pada waktu itu jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak
pada benda yang kena pajak yaitu barang
dan tanah.
Pada zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal
dengan profesi penukaran uang yang pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang
dikenal dengan fulus yang terbuat dari tembaga, dengan adanya fulus para
gubernur pemerintahan cenderung mencetak fulusnya masing-masing sehingga akan
berbeda-beda nilai dari fulus tersebut, kemudian ada sistem penukaran uang.
Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga menerima titipan dana, meminjamkan
uang, dan jasa pengiriman uang.
ii.
Sejarah Bank
Syariah
Ide untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil
telah muncul sejak lama dan ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang
menulis mengenai bank syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem
Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci
oleh Mawdudi (1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun
1944-1962 bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan
dan Malaysia sekitar tahun 1940, yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan
dana jamaah haji secara non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan
Mit Ghamr Lokal Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal
dari Arab Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan
membuka sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan lain muncul dari konferensi negara-negara
Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh
19 negara peserta.
Di Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai
bank syariah pada pertengahan 1970 yang dibicarakan pada seminar
Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan Seminar Internasional pada tahun
1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat yang merupakan
hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani pada tanggal 1 Nopember 1991.
iii.
Produk-produk
Bank Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat
dibagi menjadi tiga yaitu Produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan
produk jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya.
·
Penyaluran
Dana
o Prinsip Jual
Beli (Ba’i)
Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan
kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari
harga yang dijual. Terdapat tiga jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja
dan investasi dalam bank syariah, yaitu:
·
Ba’i Al
Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah keuntugan yang disepakati antara
pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepada
nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan
kesepakatan.
·
Ba’i
Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan
uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang dipesan dan sifat barang
telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi diserahkan menjadi tanggungan bank
sebagai penerima pesanan dan pembayaran dilakukan dengan segera.
·
Ba’i Al
Istishna: Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa
digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna
mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali
pembayaran.
o Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas
barang atau jasa melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya
yang telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
o Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk,
yaitu:
·
Musyarakah:
Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua pihak atau lebih
yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh
pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yang bekerjasama memberikan
kontribusi yang dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset
lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak
dalam menetukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek.
·
Mudharabah:
Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal
memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan perjanjian
pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan
mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan keuangan pada musyarakah
diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal
hanya dimiliki satu pihak saja.
·
Penghimpun
Dana
Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi
giro, tabungan, dan deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah
adalah:
o Prinsip Wadiah
Penerapan prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah
yad dhamanah yang diterapkan pada rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah
amanah, dimana pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta
titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada
wadiah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
o Prisip Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan
bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola.
Dana yang tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan,
dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka
bank bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak
penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
·
Mudharabah
mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis
yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi
bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.
·
Mudharabah
muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dan pemilik dapat
menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh
disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
·
Mudharabah
muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana
usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana
usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank
untuk menentukan jenis usaha dan
pelaksana usahanya.
·
Jasa
Perbankan
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan
mendapatan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
o Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual beli mata uang yang tidak sejenis namun
harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk
jasa jual beli tersebut.
o Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe
deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal
ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
i.
Pengertian
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah
lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito
berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu
dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998,
disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan
pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah tertuang pada surat Direksi
Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR syariah
beroperasi layaknya BPR konvensional namun menggunakan prinsip syariah.
ii.
Sejarah
BPR merupakan penjelmaan dari Bank
Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga
perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan atau lembaga
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lembaga-lembaga keuangan yang
disebutkan merupakan lembaga yang berpengaruh atas berdirinya BPR Syariah,
keberadaan lembaga keuangan tersebut memunculkan pemikiran untuk mendirikan
Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun 1992, namun pada
kenyatannya cakupan wilayah untuk BMI sangat terbatas pada wilayah tertentu
seperti kecamatan, kabupaten, dan desa. Maka dalam hal ini diperlukan adanya
BPR untuk menangani masalah keuangan di wilayah-wilayah yang tidak dijangakau
oleh BMI.
Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi
untuk mendirikan BPR Syariah, yaitu PT BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan
Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung,
dan PT BPR Amanah Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut
mendapatkan izin prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal 8 Oktober 1990.
iii. Tujuan
Tujuan didirikannya BPR Syariah adalah sebagai
berikut:
a.
Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah
yang pada umumnya di daerah pedesaan.
b. Menambah
lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus
urbanisasi.
c.
Membina
semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan
ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup
yang memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional
BPR Syariah tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut:
a.
BPR Syariah
tidak bersifat menunggu terhadapa datangnya permintaan fasilitas melainkan
bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha
berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek
bisnis yang baik.
b. BPR Syariah memiliki
jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan
usaha skala menengah dan kecil.
c.
BPR Syariah
mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk
yang akan diberi pembiayaan.
iv. Usaha-usaha
BPR Syariah
Usaha BPR Syariah untuk
melangsungkan kegiatan operasionalnya antara lain:
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam simpanan deposito berjangka, tabungan, dan atau
bentuk tabungan lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c.
Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, serifikat
deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
UU BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan
operasional BPR Syariah dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
·
Tabungan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
·
Deposito
berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
·
Bentuk lain
yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
b. Melakukan
penyaluran dana melalui:
·
Transaksi
jual beli melalui prinsip murabahah,
istishna, salam, ijarah, dan jual beli lainnya.
·
Pembiayaan
bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah, dan bagi hasil lainnya.
·
Pembiayaan
lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c.
Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan
Syariah Nasional.
3. Pegadaian Syariah
i.
Rukun dan
Syarat Transaksi Gadai:
i.i Rukun Gadai
a.
Ada ijab dan
qabul (shigat).
b. Terdapat
orang yang berakad adalah yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai
(murtahin).
c.
Ada jaminan
(marhum) berupa barang / harta.
d. Utang
(marhun bih).
i.ii. Syarat Sah Gadai
a.
Shigat
b.
Orang yang
berakad
c.
Barang yang
dijadikan pinjaman
d.
Utang
(marhun bih)
ii.
Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
ii.i Penerima Gadai (Murtahin)
Hak
·
Apabila
rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahirin
berhak untuk menjual marhun
·
Untuk
menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya
yang dikeluarkan
·
Pemegang
gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi
Kewajiban
·
Apabila
terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian,
maka murtahin harus bertanggung jawab
·
Tak boleh
menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
·
Sebelum
diadakan pelelangan marhun harus ada pemberitahuan kepada rahin
ii.ii. Pemberi Gadai
Hak
·
Setelah
pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang ia serahkan kepada
murtahin
·
Apabila
terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin
menuntut ganti rugi atas marhun
·
Setelah
dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa
hasil penjualan mahun
·
Apabila
diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk
meminta marhunnya kembali
Kewajiban
·
Melunasi
pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada didalam kurun waktu
yang telah ditentukan
·
Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tak dapat melunasi pinjamannya,
maka harus merelakan penjalan atas marhun miliknya
iii.
Akad
Perjanjian Transaksi Gadai
iii.i Qadr al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk
tujuan komsumtif. Oleh karena itu nasabah akan dikenakan biaya perawatan dan
penjagaan barang gadaian kepada pegadai.
iii.ii Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah yang
ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat
produktif.
iii.iii Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah
untuk keperluan yang bersifat produktif.
iii.iv Ijarah
Obyek dari akad ini adalah
pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat
penyimpanan barang.
iv.
Mekanisme
Operasional Pegadaian Syariah
Teknis pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah,
sebagai berikut :
iv.i Jenis barang yang digadaikan
·
Perhiasan
·
Alat-alat
rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya
·
Kendaraan
iv.ii Biaya biaya
·
Biaya
administrasi pinjaman
·
Jasa
simpanan
iv.iii Sistem cicilan atau perpanjangan
iv.iv Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan
barang gadai
No.
|
Besarnya Taksiran
|
Nilai Taksiran
|
Biaya Administrasi
|
Tarif Jasa Simpanan
|
Kelipat -an
|
A
|
100.000 - 500.000
|
500000
|
5.000
|
45
|
10
|
B
|
510.000 - 1.000.000
|
> 500.000 – 1.000.000
|
6.000
|
225
|
50
|
C
|
1.050.000 – 5.000.000
|
> 1.000.000 – 5.000.000
|
7.500
|
450
|
100
|
D
|
5.050.000 – 10.000.000
|
> 5.000.000 – 10.000.000
|
10.000
|
2.250
|
500
|
E
|
10.050.000
|
> 10.000.000
|
15.000
|
4.500
|
1.000
|
iv.v Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah tak dapat mengembalikan
pinjamannya. Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal
penjualan.
v.
Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
·
Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar
hukum gadai
·
Penaksiran nilai barang
·
Penitipan barang (ijarah)
·
Gold counter
4. Asuransi Syariah
i.
Pengertian
Kata
asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”.
Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya
jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi
menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan
asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan
pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
ii.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan
asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan
praktek hukum asuransi, disanalah menjadi controversial, dan terhadap masalah
ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, adanya ulama yang mengharamkan
asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.berikut alasan /
argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
·
Asuransi mengandung unsur perjudian yang sangat
dilarang di islam
·
Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
·
Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang
dalam islam
·
Asuransi termasuk jual-beli atau tukar-menukar
mata uang tidak secara tunai
·
Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada
hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT
·
Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang
bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
·
Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang
melarang asuransi
·
Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan
antara kedua belah pihak
·
Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
·
Asuransi mengandung unsur kepentingan umum,
sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
·
Asuransi termasuk akad mudharobah antara
pemegang polis dengan perusahaan asuransi
·
Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha
bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong
iii.
Akad Pada
Asuransi Syariah
Akad pada operasional asuransi
syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas
pemberian dan pertolongan dari satu pihak kepada pihak yang lain.
Dengan akad tabbaru’ berarti peserta
asuransi telah melakukan persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi
untuk menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah
dan dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian.
Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling
tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling menanggung (tafakul)
bersama
Akad lain yang dapat diterapkan
dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah
, yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss
sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total rekening
tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi
ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.
iv.
Perbedaan
Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No.
|
Materi Pembeda
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
1
|
Akad
|
Tolong-menolong dan investasi
|
Jual-beli (tabaduli)
|
2
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi)
merupakan milik peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk
mengolahnya
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi)
menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya
|
3
|
Investasi dana
|
Investasi dana berdasar syariah dengan
sistem bagi hasil (mudharabah)
|
Investasi dana berdasarkan bunga (riba)
|
4
|
Pembayaran klaim
|
Dari rekening tabarru’ (dana sosial)
seluruh peserta
|
Dari rekening dana perusahaan
|
5
|
Keuntungan
|
Dibagi antara perusahaan dengan peserta,
sesuai prinsip bagi hasil
|
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
|
6
|
Dewan pengawas syariah
|
Ada dewan pengawas syariah mengawasi
manajemen, produk, dan investasi
|
Tidak ada
|
Baitul Maal
Wattamwil (BMT)
i.
Pengertian
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau
Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal
dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi
yang salaam.
ii. Asas dan
Prinsip Dasar
Prinsip dasar BMT, adalah:
1. Ahsan (mutu
hasil terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ’amala(memuaskan semua pihak), dan
sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
2. Barokah,
artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan(keterbukaan), dan bertangggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
3. Spiritual
communication (penguatan nilai ruhiyah)
4. Demokratis,
partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan
social dan kesetaraan jender, non-diskriminatif
6. Ramah
lingkungan
7. Peka dan
bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan,
memberdayakan masyarat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga
masyarakat lokal.
iii. Sifat, Peran, dan Fungsi
BMT bersifat terbuka, independen,
tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk
mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan social
masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran
BMT di masyarakat sebagai berikut :
1. Motor penggerak
ekonomi dan social masyarakat banyak
2. Ujung tombak
pelaksanaan system ekonomi syariah
3. Penghubung
antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin)
4. Sarana
pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu ‘amaia
dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masayarakat
1. Meningkatkan
kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih professional,
salaam, dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan
berusaha menghadapi tantangan global.
2. Mengorganisir
dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat
termanfaatkan secara optimal di dalam dan luar organisasi untuk kepentingan
rakyat banyak.
3. Mengembangkan
kesempatan kerja.
4. Mengukuhkan
dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota
5. Memperkuat
dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial rakyat banyak.
iv. Pendirian
BMT
BMT dapat didirikan oleh :
1. Sekurang-kurangnya
20 orang.
2. Satu pendiri
dengan lainnya sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga vertical dan
horizontal satu kali.
3. Sekurang-kurangnya
70% anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar daerah kerja BMT.
4. Pendiri
dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh rapat para
pendiri.
v. Permodalan
BMT
Modal BMT terdiri dari :
1.
Simpanan
pokok.
2.
Simpanan
Pokok Khusus.
vi. Mekanisme kerja BMT
Cara kerja BMT adalah sebagai
berikut :
1. Pendamping
atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang BMT, menyampaikan dan
menjelaskan idea tau gagasan ini kepada rekan-rekannya sebagai upaya untuk
menarik beberapa orang sebagai pemrakarsa awal hingga mencapai lebih dari 20
orang.
2. Dua puluh
orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati pendirian BMT di desa,
kecamatan, pasar, atau masjid dan bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian
BMT.
3. Modal awal
kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakata bersama (tidak harus sama
jumlahnya antara pemrakarsa, hingga mencapai jumlah yang telah ditentukan untuk
pendirian sebuah BMT).
4. Pemrakarsa
membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.
5. Pengurus BMT
kemudian merapatkan dan merekrut pengelola/ manajemen BMT dari lingkungan
tersebut yang memiliki sifat sidiq, amanah, fathanah dan benar-benar menguasai
visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan keras dan
dengan sepenuh hati untuk mengembangkan BMT.
6. Penggurus
BMT menghubungi PINBUK setempat untuk memberikan pelatihan kepada calon
pengelola/manajemen BMT tersebut(umumnya 2 minggu pelatihan dan magang).
7. Pengelola
yang telah diberi pelatihan kemudian membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan
giat menggalakan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro
dan kecil di sekitarnya.
8. Pembiayaan
pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan system bagi hasil yang disampaikan
sesuai dengan akad yang telah disepakati.
9. Hasil dari
bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor para
pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.
10. Hasil dari
bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada penyimpanan data,
diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para penyimpan dana bias lebih
besar dari bunga bank konvensional.
6. Pasar Modal Syariah
i.
Pengertian
Istilah sekuritas (securities)
seringkali disebut juga dengan efek, yakni sebuah nama kolektif untuk
macam-macam surat berharga, misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis
surat lain yang membuktikan hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang
hampir sama, sekuritas juga dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial
bank notes yang menjadi bukti bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada pihak lain. Adapun,yang dimaksud dengan
sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad, pengelolaan
perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Diantara bank-bank islam yang ada,
terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi surat berharga. Pertama,
mayoritas bank islam menolak perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di
Malaysia, dalam beberapa kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia,
menerima transaksi surat berharga.
Alasan penyangkalan mereka yang
enolak surat berharga adalah karena di dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual
beli utang). Sementara itu islam secara tegas telah engharamkan jual beli
utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang
mengabsahkan transaksi surat berharga. Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip
bahwa surat berharga tersebut haruslah di endors(dijamin) oleh pihak penerbit,
kemudian surat berharga tersebut haruslah timbul dari aktivatas yang tidak
bertentangan dengan syariah. Jadi, selama kedua hal ini tidak dilanggar,
tarnsaksi surat berharga menjadi sah karenanya.
Terlepas bagaimanapun reaksi yang
diungkapkan oleh umat. Yang pasti, islam sangat menganjurkan umatnya untuk
melakukan aktifitas ekonomi (mu’amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta
melarang penimbunan barang, atau membiakan harta menjadi tidak produktif,
sehingga aktifitas ekonomi yang dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat.
Tujuan utamanya adalah untuk memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun
non materi, dunia dan akhirat. Sementara itu, segala bentuk aktivitas ekonomi
yang dilakukan haruslah berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan tidak
saling merugikan.
Karena itu sehubungan dengan
pembahasan sekuritas syariah ini, ada tiga kategori sekuritas. Pertama, segala
jenis sekuritas yang menawarkan predetermined fixed income tidak diperbolehkan
dalam islam, karena termasuk kategori riba. Dengan demikian, interest bearing
security baik long term maupun short term. Akan masuk daftar instrument
investasi yang tidak sah. Saham preferen (preference stock), debenture,
treasury securities and consul, dan commercial papers masuk dalam kategori ini.
Kategori kedua, sekuritas- sekuritas
yang berbeda dalam grey area (questionable) karena dicurigai sarat dengan
gharar, meliputi produk-produk derivates, seperti forward, future dan juga
options.
Kategori ketiga, yakni sekuritas yang
diperbolehkan, baik secara penuh maupun dengan catatan-catatan meliputi, saham,
dan islmic bonds, profit loss sharing based, government securities, penggunaan
institusi pasar sekunder dan mekanismenya semisal margin trading. Karena sering
seklai catatan-catatannya begitu dominan.
7. Reksa Dana Syariah
Reksa dana diartikan sebagai wadah
yang dipergunkanan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa
dana merupakan investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi dalam
satu produk.
Sedangkan Reksa Dana Syariah
merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi
syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi
menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang berminat, sementara
dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh manajer investasi
untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.
Keuntungan Investasi Melalui Reksa Dana
1. Diversifikasi investasi
Diversifikasi yang terwujud dalam
bentuk portofolio akan menurunkan tingkat resiko. Reksa Dana melakukan
diversifikasi dalam berbagai instrumen efek, sehingga dapat menyebarkan resiko
atau memperkecil resiko. Investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar
dapat melakukan diversifikasi investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil
risiko. Hal ini berbeda dengan pemodal individual yang misalnya hanya dapat
membeli satu atau dua jenis efek saja.
2. Kemudahan Investasi
Reksa Dana mempermudah investor
untuk melakukan investasi di pasar modal. Kemudahan investasi tercermin dari kemudahan pelayanan administrasi dalam
pembelian maupun penjualan kembali unit penyertaan. Kemudahan juga diperoleh
investor dalam melakukan reinvestasi pendapatan yang diperolehnya sehingga unit
penyertaannya dapat terus bertambah.
3. Efisiensi Biaya dan Waktu
Karena reksa dana merupakan kumpulan
dana dari banyak investor, maka biaya investasinya akan lebih murah bila dibandingkan
jika investor melakukan transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang
dilakukan oleh manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi bagi
investor untuk memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.
4. Likuiditas
Pemodal dapat mencairkan kembali
saham / unit penyertaan setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing
reksa dana, sehingga memudahkan investor untuk mengelola hasilnya. Reksa dana
wajib membeli kembali unit penyertaannya, sehingga sifatnya menjadi likuid.
5. Transparansi Informasi
Reksa dana diwajibkan memberikan
informasi atas perkembangan portofolio dan biayanya, secara berkala dan
kontinyu, sehingga pemegang unit penyertaan dapat memantau keuntungan, biaya dan resikonya.
Risiko
Investasi dengan Reksa Dana
1. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya
harga dari efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam
portofolio reksa dana tersebut.
2. Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang
dihadapi manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan
penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer
investasi akan mengalami kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption
tersebut.
3. Risiko Politik dan Ekonomi
Perubahan kebijakan ekonomi politik
dapat mempengaruhi kinerja bursa dan perusahaan sekaligus. Dengan demikian
harga sekuritas akan terpengaruh yang kemudian mempengaruhi portofolio yang
dimiliki reksa dana.
4. Risiko Pasar
Hal ini terjadi karena sekuritas di
pasar efek memang berfluktuasi sesuai dengan kondisi ekonomi secara umum.
Terjadinya fluktuasi di pasar efek akan berpengaruh langsung pada nilai bersih
portofolio, terutama jika terjadi koreksi atau pergerakan negatif.
5. Risiko Inflasi
Terjadinya inflasi akan menyebabkan
menurunnya total real return
investasi. Pendapatan yang diterima dari investasi dalam reksa dana bisa jadi
tidak dapat menutup kehilangan karena menurunnya daya beli (loss of purchasing power).
6. Risiko Nilai Tukar
Risiko ini dapat terjadi jika
terdapat sekuritas luar negeri dalam portofolio yang dimiliki. Pergerakan nilai
tukar akan mempengaruhi nilai sekuritas yang termasuk foreign invesment setelah dilakukan konversi dalam mata uang
domestik.
7. Risiko Spesifik
Risiko ini adalah risiko dari setiap
sekuritas yang dimiliki. Disamping dipengaruhi pasar secara keseluruhan, setiap
sekuritas mempunyai risiko sendiri-sendiri. Setiap sekuritas dapat menurun
nilainya jika kinerja perusahaannya sedang tidak bagus, atau juga adanya kemungkinan
mengalami default, tidak dapat membayar kewajibannya.
Dilihat dari portofolio investasinya
atau kemana kumpulan dana diinvestasikan, reksa dana dapat dibedakan menjadi :
1. Reksa dana pasar Uang
Reksa dana jenis ini hanya melakukan
investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun.
Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan menjaga modal.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap
Reksa dana jenis ini melakukan
investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat
utang. Reksa dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari pada Reksa
Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang
stabil.
3. Reksa Dana Saham
Reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya
dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham,
maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis reksa dana sebelumnya namun menghasilkan
tingkat pengembalian yang tinggi.
4. Reksa Dana Campuran
Reksa dana jenis ini melakukan
investasi dalam efek bersifat ekuitas (contoh: saham) dan efek bersifat utang
(contoh : obligasi).
Reksa Dana Syariah ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan kelompok investor yang menginginkan memperoleh pendapatan
investasi dari sumber dan cara yang bersih dapat dipertanggungjawabkan secara
religius yang memang sejalan dengan prinsip syariah.
Reksa Dana Syariah dapat mengambil
bentuk seperti reksa dana konvensional. Namun memilki perbedaan dalam operasionalnya,
dan yang paling tampak adalah proses screening
dalam mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah akan
mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman
keras, judi, daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan seterusnya. Reksa
Dana Syariah di dalam investasinya tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan return yang tinggi. Tidak hanya
melakukan maksimalisasi kesejahteraan yang tinggi terhadap pemilik modal,
tetapi memperhatikan pula bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada pada
aspek investasi pada perusahaan yang memiliki produk halal dan baik yang tidak
melanggar aturan syariah.
Perbedaan
Reksa dana Syariah dan Konvensional
Ada beberapa hal yang membedakan
antara reksa dana konvensional dan reksa dana syariah. Dan tentunya ada
beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam investasi syariah ini.
a. Kelembagaan
Dalam
syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga
badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilkikan saham dari perusahaan yang
secara syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan
tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah Dewan Pengawas syariah yang
beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan
oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu
proses didalam akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur
syariah yang menjadi prinsip investasinya.
b. Hubungan Investor dan Perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
c. Kegiatan Investasi Reksa Dana
Dalam
melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan apa saja
sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, diantara investasi tidak halal
yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran,
pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan
lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan
saham-saham yang diperjual belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar
perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau
saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham
yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam
melakukan transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan
spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan
tindakan spekulasi lainnya.
8. Obligasi Syariah
Obligasi syariah di dunia
internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak”
(tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau
note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan.
Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah
atau sekumpulan aset.
Berbeda
dengan konsep obligasi konvensional selama ini, yakni obligasi yang bersifat
hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga, obligasi syariah adalah
suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo
(lihat Fatwa DSN, 2004).
Jika
ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke pelbagai jenis seperti
obligasi saham, istisna, murabahah, musyarakah, mudharabah ataupun ijarah,
namun yang lebih populer dalam perkembangan obligasi syariah di Indonesia
hingga saat ini adalah obligasi mudharabah dan ijarah.
Obligasi
syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir tahun 2002, yakni
dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang diterbitkan ini berdasarkan
prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang
obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah
mudharabah (Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah
ijarah pertama kali diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa
tentang obligasi syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).
Penerapan
mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib,
pengelola dana dan investor bertindak sebagai shahibul mal, alias pemilik modal.
Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian proporsional keuntungan
dari pengelolaan dana oleh investor.
Dalam
perdagangan obligasi syariah tidak boleh diterapkan harga diskon atau harga
premium yang lazim dilakukan oleh obligasi konvensional. Prinsip transaksi
obligasi syariah adalah transfer service atau pengalihan piutang dengan tanggung bagi hasil, sehingga jual beli
obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Di
Indonesia penerbitan obligasi syariah umumnya menggunakan akad mudharabah.
Prinsip-prinsip pokok dalam mekanisme penerbitan obligasi syariah dapat dilihat
pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kontrak atau akad mudharabah atau
akad syariah lainnya yang sesuai dituangkan
dalam perjanjian perwaliamanatan.
2.
Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan
komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT
atau EBITDA).
3. Nisbah ini dapat ditetapkan
konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi
pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
4.
Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang
menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh Emiten pada pemegang
obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang
obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang
jumlahnya tercantum dalam keuangan konsolidasi emiten.
5. Pembagian hasil pendapatan ini
keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan,
bulanan)
6. Karena besarnya pendapatan bagi
hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah
memberikan indicative return tertentu.
Landasan
Dasar Obligasi Syariah
1. Firman Allah SWT :
Al-Baqarah
ayat 275
“Dan
Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba . . .”
Al-Mujamil
ayat 20
“Dan
sebagian mereka berjalan di muka bumi mencari karunia Allah”
2. Sabda Rasulullah SAW:
“Tiga bentuk usaha yang didalamnya mengandung barakah:
yaitu jual-beli secara tangguh, mudharabah/kerjasama dalam bagi hasil dan
mencampur gandum dengan kedelai (hasil keringat sendiri) untuk kepentingan
keluarga bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)
3. Fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.32/DSN-MUI/IX/2002, tentang
obligasi syariah.
Perbedaan
Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
1. Dari sisi orientasi, obligasi
konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada
obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus
memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan
dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Obligasi konvensional,
keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi
syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan
ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasakan atas aset dan prooduksi.
3. Obligasi syariah disetiap
transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah,
musyarakah, murabahah, salam, istisna,dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak
dapat diinvestasikan kepasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan
untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.
9. Lembaga Zakat
i.
Pengertian
Zakat dalam arti fikih berarti
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang
yang berhak. Dalam sebuah hadist tentang penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah
berkata “Terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan
pada kekayaan orang-orang kaya”. Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai
sedekah.
ii.
Sejarah
Pada tahun ke-9 Hijriyah mulai ada
kewajiban tentang zakat, sedangkan shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2
Hijriyah. Akan tetapi ada ulama yang berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat
ada sebelum tahun ke-9 Hijriyah. Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum
ada peraturan ketentuan khusus tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian
disusun peraturan dan standar tentang zakat karena pada waktu itu islam telah
kuat. Pada masa itu pengelola zakat tidak mendapatkan gaji resmi tapi
mendapatkan bayaran dari dana tersebut.
Zakat pada masa itu merupakan salah
satu pendapatan negara, berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti
pajak. Zakat merupakan kewajiban dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk
zakat ada pada Al Quran surat At taubah ayat 60.
Pada
zaman Rasulullah zakat dikenakan pada benda-benda berikut:
a.
Benda logam
yang terbuat dari emas dan perak seperti koin, perkakas, ornamen, atau dalam
bentuk lainnya.
b. Binatang
ternak seperti unta, sapi, domba, dan kambing.
c.
Berbagai
jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
d. Hasil
pertanian termasuk buah-buahan.
e.
Luqta, harta benda
yang ditinggalkan musuh.
f.
Barang
temuan.
iii.
Perbedaan
zakat dengan pajak
Berikut adalah tabel perbedaan zakat
dengan pajak:
ZAKAT
|
PAJAK
|
a.
Merupakan
kewajiban agamadan merupakan salah satu bentuk ibadah.
b. Diwajibkan kepada seluruh umat
islam saja di suatu negara.
c.
Kewajiban
agama bagi umat islam yang harus dibayar dalam keadaan seperti apapun.
d. Sumber dana besar zakat ditentukan
berdasarkan kitab suci Al Quran dan Sunnah dan tidak boleh diubah oleh
seseorang maupun pemerintah.
e.
Butir-butir
pengeluaran dan orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga dinyatakan
oleh Al Quran dan Sunnah zakat diperoleh dari orang berharta dan diterima
kepada golongan yang ditentukan Al Quran dan Al Hadist.
f.
Zakat
dikenakan bukan terhadap uang saja tetapi juga terhadap baranag-barang
komersil, hasil pertanian, barang tambang, dan ornamen.
|
|
iv.
Organisasi
lembaga pengelola zakat
UU RI Nomor 38 tahun 1998 tentang
pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola
zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh
masyarakat.
10. Koperasi
Syariah
Koperasi
sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata ‘Cooperation’ (Inggris). Secara semantic
koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan makna dengan kata
syirkah dalam bahasa Arab.[1][3] Syirkah ini merupakan wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan,
kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal yang sangat terpuji dalam islam.
Menurut Row Ewell Paul koperasi merupakan wadah
perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerja sama dalam bidang
bisnis yang saling menguntungkan diantara anggota perkumpulan.
Bung Hatta
dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:
1. Kebenaran
untuk menggerakan kepercayaan (trust)
2. Keadilan
dalam usaha bersama
3. Kebaikan dan
kejujuran mencapai perbaikan
4. Tanggung
jawab dalam individualitas dan solidaritas
5. Paham yang
sehat, cerdas dan tegas
6. Kemauan
menolong diri sendiri
7. Menggerakan
keswasembadaan dan otoaktif
8. Kesetiaan
dalam kekeluargaan.
Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi versi Hatta,
dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan
eksternal,yaitu:
1.
Keanggotaan sukarela dan terbuka
2.
Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3.
Partisipasi ekonomis anggota
4.
Otonomi dan kebebasan
5.
Pendidikan, pelatihan dan informasi
6.
Kerjasama antarkoperasi
7.
Kepedulian terhadap komunitas.
11. Wakaf Tunai
i.
Pengertian
Wakaf diambil dari kata “waqafa”
yang berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan
suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga
wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dalam hal ini bisa bank
syariah maupun lembaga swasta dalam ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan
sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah diwakfkan keluar dari hak milik
yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak
milik Allah dalam pengertian masyarakat umum.
ii.
Rukun Wakaf
Tunai
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:
a.
Al Wakif:
Orang yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya
dan tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keaddan jiwanya tertekan.
b. Al Mauquf:
Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya atau zatnya yang bersifat
abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat diambil
manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c.
Al Mawqul
‘alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf dapat dibagi
menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran
wakafnya untuk pihak tertentu tapi untuk kepentingan umum, sedangkan wakaf
dzurri adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak
tertentu, yaitu keluarga keturunannya.
d. Sighah:
Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan, maupun isyarat.
iii.
Tujuan Wakaf
Tunai
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai adalah:
a.
Menggalang
tabungan sosial dan mentranformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial
serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b. Meningkatkan
investasi sosial.
c.
Menyisihkan
sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir
miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d. Menciptakan
kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan menggali tanggung jawab sosial
mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
e.
Menciptakan
integrasi antara keamanan dan kedamaian sosial serta meningkatkan
kesejahteraan.
iv.
Perbedaan
Wakaf dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf dengan
shadaqah/hibah:
i.
Perbedaan
Wakaf dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara
wakaf dengan shadaqah/hibah:
Wakaf
|
Shodaqoh
|
a.
Menyerahkan
kepemilikan suatu barang kepada orang lain.
b. Hak milik atas barang dikembalikan
kepada Allah.
c.
Objek
wakaf tidak boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain.
d. Manfaat barang biasanya dinikmati untuk
kepentingan sosial.
e.
Objek
wakaf biasanya kekal zatnya.
f.
Pengelolaan
objek wakaf diserahkan kepada administratur yang disebut nadzir/mutawalli.
|
a.
Menyerahkan
kepemilikan suatu barang kepada pihak lain.
b. Hak milik atas barang diberikan
kepada penerima shadaqah/hibah.
c.
Objek
shadaqah/hibah boleh diberikan atau dijual pada pihak lain.
d. Manfaat barang dinikmati oleh
penerima shadaqah/hibah.
e.
Objej
shadaqah/hibah tidak harus kekal zatnya.
f.
Pengelolaan
shadaqah/hibah diserahkan kepada penerima.
|
DAFTAR PUSTAKA
- Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Jakarta:Djambatan
- Antonio, M.Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
- Euis Amalia,dkk. 2007. Serial Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah dan Hukum No 1, Buku Modul Praktekum Bank Mini, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
- Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta.
- Muhammad, 2007. Lembaga Ekonomi Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
- Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
- Nejatullah. S, Muhammad.1985. Asuransi di Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
- Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. 2000. Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga Keuangan. Bandung: Linda Karya
- Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA Kampus Fakultas Ekonomi UII.
- M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, dan A. Bahrul Muhtasib. 2008. Materi Dakwah Ekonomi Syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar