Selasa, 28 Oktober 2014

Materi ke-4 Prinsip Dasar dan Analisis Kelayakan Pemberian Pembiayaan

*      Materi Ke-4
Prinsip Dasar dan Analisis Kelayakan Pemberian Pembiayaan
 Pengertian Bank Konvensional
          Pengertian bank Menurut UU No. 10 tahun 1998, yang dimaksud dengan Bank adalah : “Suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuksimpanan dan menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarkat  dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi diatas bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana dari masyarakat serta memberikan jasa – jasa bank lainnya”.
Pengertian Kredit
          Pengertian Kredit menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Kredit adalah : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu.Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
Menurut Dahlan Siamat ( 2007:107-109 ) definisi tersebut memberikan konsekuensi bagi bank dan peminjam mengenai hal-hal berikut:
1. Penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan dengana itu.
2. Kewajiban pengembalian kredit.
3. Jangka waktu pengembalian.
4. Pembayaran bunga, imbalan atau bagi hasil.
5. Perjanjian kredit.

Pengertian Bank Syariah
          Bank syariah merupakan lembaga keuangan bank berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lainnya untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah seperti pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barangdengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), dan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Kredit Dalam Bank Syariah
          Jenis kredit yang telah dikembangkan dalam dunia perbankan syariah/ perbankan Islam yaitu murabahah dan mudharabah. Kedua jenis pembiayaan tersebut, seperti juga produk lain dari bank Islam, didasarkan pada prinsip Islam diantaranya mengharamkan penggunaan bunga karena tergolong riba. Murabahah merupakan pembiayaan dengan pola jual beli, sedangkan mudharabah merupakan pembiayaan dengan pola bagi hasil. Secara teknis pengertian mudharabah menurut M.Syafei Antonio (2009:171) adalah: Kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) dalam hal ini bank menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lain yakni nasabah menjadi pengelola dana (mudharib).
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh bank selama bukan akibat kelalaian pengelola, tetapi seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian. Pada saat proyek sudah selesai (Z. Arifin, 2000:31), maka mudharib mengembalikan modal kepada bank berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya.
Penilaian Kredit Bank Syariah
          Penilaian kredit merupakan kegiatan untuk menilai keadaan calon debitur (D. Siamat, 2009:109). Penilaian kredit atau analisis kredit sangat mempengaruhi kualitas portofolio kredit bank. Analisis kredit yang dilaksanakan secaraprofessional (S. Sutojo, 2005:43) dapat berperan sebagai saringan pertama dalam usaha bank menangkal bahaya kredit macet atau bermasalah.
Tujuan utama kegiatan analisis kredit adalah menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan calon debitur mengembalikan kredit yang mereka pinjam dan membayar bunga atau bagi hasil sesuai dengan perjanjian kredit.Berdasarkan hasil penilaian ini, bank dapat memperkirakan tinggi rendahnya risiko yang akan ditanggung, bila mereka meluluskan kredit yang diminta.
Dengan demikian mereka dapat memutuskan apakah permintaan kredit yang diajukan ditolak, diteliti lebih lanjut atau diluluskan (kalau perlu dengan memasukkan syarat-syarat khusus dalam perjanjian kredit). Dalam melakukan evaluasi permintaan kredit, seorang analisis kredit akanmeneliti berbagai macam factor yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan dan kesediaan calon debitur memenuhi kewajiban mereka kepada bank. Factor-faktor pengaruh itu bersumber dari dalam maupun luar perusahaan.
Penilaian Kredit Bank Konvensional
          Pada dasarnya penilaian kredit yang dilakukan oleh Bank konvensional sama dengan Bank Syariah. Penilaian kredit atau Analisa kredit sangat mempengaruhi kualitas portofolio kredit Bank. Dalam melakukan evaluasi permintaan kredit, seorang analis kredit akan meneliti berbagai macam faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan dan kesediaan calon debitur memenuhi kewajibannya kepadabank yang memberikan kredit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi itu bersumber dari dalam maupun dari luar perusahaan, kita mengenal penilaian kredit itu dengan istilah 3 ‘R’ dan 5 ‘C’ Pedoman 3 ‘R’ dalam penilaian kredit oleh bank antara lain :
1. Returns
Return menunjukan hasil yang diharapkan dapat diperoleh dari pengguna kredit tersebut. Dalam hal ini bank harus menilai bagaimana kredit yang diperoleh dari bank tersebut akan digunakan oleh perusahaan pemohon kredit.Persoalannya adalah apakah pengguna kredit tersebut dapatmenghasilkan Return’s atau pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya.
2. Repayment Capacity
Bank harus dapat menilai kemampuan suatu perusahaanpemohon kredit untuk dapat membayar kembali pinjamannya pada saat-saat dimana kredit tersebut harus diangsur atau dilunasi.
3. Risk- bearing ability
Bankpun harus menilai apakah perusahaan pemohon kredit mempunyai kemampuan yang cukup untuk menanggung resiko kegagalan atau ketidak pastian yang bersangkutan dengan pengguna kredit tersebut. Dalam hubungan ini bank harus mengetahui tentang jaminan apa yang dapat diberikan atas pinjaman tersebut oleh perusahaan pemohon kredit.
Pedoman 5 ‘C dalam penilaian kredit :
1. Character ( karakter/ watak )
Menunjukan kemungkinan atau probabilitas dari pemohon kredit untuk secara jujur berusaha untuk memenuhikewajiban-kewajiba. Faktor ini sangat penting, ini menyangkut segi pribadi, watak, dan kejujuran dari pimpinan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansiilnya.
2. Capacity ( Kemampuan Usaha )
Menyangkut kemampuan perusahaan beserta stafnya, baik kemampuan dalam manajemen maupun keahlian dalambidang usahanya. Kemampuan dapat diukur dengan data-datafinansiilnya dimasa yang lalu. Berdasarkan kemampuanya, dalam melaksanakan perusahaan dimasa lalu bank dapat menilai kemampuannya untuk melaksanakan rencana kerjanya diwaktu yang akan datang dalam hubungannya dengan pengguna kredit tersebut.
3. Capital ( Kondisi harta operasional perusahaan )
Menunjukan posisi finansiil perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukan oleh ratio finansiilnya dan penekanan dalam komposisi “”tangible net-worth” –nya. Bank harus mengetahui bagaimana pertimbanang antara jumlah utang dan jumlah modalnya sendiri.
4. Collateral ( Jenis dan nilai aminan yang ada )
Menunjukan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang akan diberikan oleh bank. Dalam hubungan ini bank dapat minta agar aktiva yang dijadikan jaminan tersebut diasuransikan. Pada prinsipnya jaminan tersebut dibedakan antara ‘ Jaminan pokok dan “ jaminan tambahan “
5. Condition ( perkembangan ekonomi perusahaan )
Bank harus menilai sampai sejauh mana pengaruh dari adanya suatu kebijakan pemerintah dibidang ekonomi atau pengaruh trend ekonomi terhadap prospek perusahaan pemohon kredit khususnya pada prospek industri dimana perusahaan termasuk didalamnya pada umumnya. Dalam hubungannya dengan penilaian proyek kredit Investasi, bank telah memberikan pedoman-pedomanya.         

          Bank Muamalat Indonesia melakukan analisis kelayakan pemberian pembiayaan dengan memperhatikan 6 C yaitu Competence to borrow, Character, Capacity to create source of funding, Capital, Collateral, dan Condition of economy and sector of bussines. Aspek keimanan merupakan salah satu pertimbangan yang dapat memperkuat keyakinan Bank Muamalat Indonesia terhadap kelancaran pelunasan pembiayaan. Dalam analisis pembiayaan, kelayakan suatu usaha lebih dipentingkan daripada besarnya jaminan. Apabila suatu usaha telah dinyatakan layak berarti BMI telah yakin bahwa pembiayaan yang diberikan akan menghasilkan keuntungan. Rasio keuangan menggunakan data dari neraca dan laporan Rugi Laba beberapa tahun terakhir sehingga analisis yang dilakukan dapat lebih mendalam, mengingat prestasi perusahaan pada masa lalu juga merupakan bahan pertimbangan yang cukup penting. Analisis pembiayaan BMI melakukan peninjauan langsung ke perusahaan guna membandingkan antara data yang diperoleh dari pengusaha dengan kondisi sebenarnya yang ada di perusahaan.Perbandingan juga dilakukan terhadap perusahaan sejenis.

Selasa, 14 Oktober 2014

Materi Ke-3 Konsep Time Value of Money

*      Materi Ke-3
Konsep Time Value Of Money
1. Pengertian Time Value Of Money
Time value of money atau nilai waktu uang adalah sebuah konsep yang menyebutkan bahwa uang sebesar satu rupiah yang dapat diterima saat ini adalah lebih bernilai dibanding satu rupiah yang baru akan diterima pada waktu yang akan datang. Karena uang tersebut akan memperoleh hasil yang lebih besar bila di investasikan, dibanding uang yang baru dapat diterima pada masa yang akan datang.
Konsep nilai waktu uang ini sangat penting untuk dipahami oleh seorang manajer keuangan,karena konsep ini merupakan dasar untuk:
1. Menghitung harga saham
2. Menghitung harga obligasi
3. Memahami metode Net Present Value
4. Melakukan analisis komparatif antara beberapa alternatif
5. Perhitungan bunga atau tingkat keuntungan
6. Perhitungan amortisasi hutang dan lain-lainnya.
Banyak ahli ekonomi menganggap bahwa konsep present value merupakan dasar (corner stone) ilmu keuangan perusahaan. Atas dasar tersebut konsep nilai waktu uang sangat penting untuk dipahami oleh investor.
Seorang investor akan lebih senang menerima uang Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) hari ini daripada sejumlah uang yang sama setahun mendatang. Jika ia menerima uang tersebut hari ini, ia dapat menginvestasikan uang tersebut pada suatu tingkat keuntungan sehingga tahun mendatang uang Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) telah menjadi lebih besar dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)Dalam ekonomi konvensional itu disebut uang memiliki nilai waktu. Uang yang ada sekarang lebih disenangi daripada uang yang didapatkan pada waktu yang akan datang dalam jumlah yang sama disebut juga dengan time freference.
2. Time Value of Money dalam Ekonomi Konvensional
Dalam teori konvensional diakui bahwa nilai waktu uang (time value of money) menjadi bagian penting dari suatu bisnis, karena tujuan berbisnis adalah laba, saat ini laba dapat diperoleh dengan menerapkan konsep nilai waktu uang dalam pengelolaannya. Apalagi jika dana bisnis tersebut didapatkan dari pihak ketiga seperti bank konvensional. Nilai waktu uang menjadi konsep sentral dalam teori keuangan konvensional.
Dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa perhitungan terhadap nilai waktu uang, perhitungan-perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
2.1. Tingkat Bunga
Pandangan ekonomi konvensional terhadap adanya nilai waktu dari uang dapat membuatinvestor mempunyai kesempatan menyimpan uang yang diterima sekarang dalam suatu bentuk investasi dan mendapatkan bunga (interest).  Dengan adanya kepastian arus kas, tingkat bunga dapat digunakan untuk menyatakan nilai waktu dari uang.  Tingkat bunga memungkinkan untuk menyesuaikan nilai arus kas yang diterima atau dibayarkan pada waktu tertentu ke suatu waktu yang berbeda. Akan tetapi teori bunga merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam.
a. Tingkat Bunga Sederhana
Dalam ekonomi konvensional tingkat bunga terbagi kepada dua, yaitu tingkat bunga sederhana dan tingkat bunga majemuk. Tingkat bunga sederhana (simple interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima berdasarkan pada nilai asli, atau nilai pokok, yang dipinjam atau dipinjamkan. Nilai mata uang dari tingkat bunga sederhana merupakan fungsi dari tiga variabel : jumlah uang yang dipinjam atau dipinjamkan atau nilai pokok, tingkat bunga per periode waktu dan jumlah periode waktu dimana nilai pokok tersebut dipinjam atau dipinjamkan.
b. Tingkat Bunga Majemuk
Tingkat bunga majemuk (compound interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima dari suatu pinjaman (investasi) ditambahkan pada nilai pokoknya secara periodik.  Menunjukkan bahwa bunga dari suatu pokok pinjaman juga akan dikenakan atau memperoleh bunga pada periode selanjutnya. Dengan demikian, bunga diterima dari bunga dan nilai pokok periode sebelumnya.
Pengaruh penggunaan tingkat bunga majemuk terhadap nilai suatu investasi setelah melewati masa tertentu sangat besar bila dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh tingkat bunga sederhana.  Perbedaan besar antara pengaruh tingkat bunga sederhana dan majemuk ini disebabkan oleh pengaruh bunga-berbunga atau bunga majemuk tersebut.  Konsep bunga majemuk dapat digunakan memecahkan berbagai masalah keuangan secara luas dalam ekonomi konvensional.
2.2. Nilai yang Akan Datang (Future Value)
Uang yang ditabung hari ini (present value) akan berkembang menjadi sebesarfuture value karena mengalami proses bunga-berbunga (compounding). Jadi future value adalah nilai di masa mendatang dari uang yang ada sekarang. Future valuedapat dihitung dengan konsep bunga majemuk dengan asumsi bunga atau tingkat keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tidak diambil (dikonsumsi) tetapi diinvestasikan kembali. Nilai uang di masa mendatang (future value) ditentukan oleh tingkat suku bunga tertentu yang berlaku di pasar keuangan.
2.3. Nilai Sekarang (Present Value)
Present value atau nilai sekarang merupakan kebalikan dari future value  yaitubesarnya jumlah uang pada permulaan periode atas dasar tingkat bunga tertentu dari sejumlah uang yang baru akan diterima beberapa waktu atau periode yang akan datang. Jadi present value (nilai sekarang) menghitung nilai uang pada waktu sekarang bagi sejumlah uang yang baru akan kita miliki beberapa waktu kemudian.
            Proses mencari present value disebut dengan melakukan proses diskonto (discounting). Present value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari suatu nilai yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang. Discounting adalah proses menghitung nilai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang.
3. Time Value of Money dalam Perspektif Ekonomi Islam
Konsep nilai waktu uang telah sejak lama dipakai dalam ekonomi konvensional. Namun dalam sistem perbankan Islam, para sarjana Islam masih berbeda pendapat tentang konsep time value of money apakah diterima dalam Islam baik teori maupun praktiknya.
Konsep nilai waktu uang merupakan konsep dasar di bidang keuangan. Konsep ini memformulasikan bahwa uang saat ini lebih berharga daripada uang di waktu yang akan datang. Satu juta rupiah hari ini memiliki nilai lebih daripada satu jutarupiah di masa depan. Ada tiga alasan utama sekurang-kurangnya mengapa uang hari ini lebih bernilai dibandingkan masa yang akan datang, yaitu:
1. Uang kehilangan nilainya dari waktu ke waktu
Daya beli uang terus jatuh terutama disebabkan oleh adanya inflasi dalam perekonomian. Sebagai contoh di Indonesiauang seribu rupiah bisa membeli secangkir kopi di tahun 2000-an, tetapi hari ini seribu rupiah yang sama tidak dapat membeli secangkir kopi. Oleh karena itu nilai seribu rupiah jatuh selamabertahun-tahun.
2. Uang memiliki biaya kesempatan
Jika seorang memiliki uang hari ini, ia dapat menginvestasikan uang tersebutdalam beberapa usaha bisnis, dengan demikian akan meningkatkan jumlah uang seseorang di masa depan. Dalam analisis konvensional, pendapatan bunga merupakan salah satu biaya kesempatan dari uang, namun pendapatan berbasis bunga adalah dilarang dalam Islam.
3. Ketidakpastian arus kas masa depan
Arus kas masa depan adalah harapan saja. Oleh karena itu, arus kas masa depan tidak pasti dan berisiko. Orang menghargai arus kas sekarang lebih bernilaidibandingkan dari arus kas masa depan.
Beberapa sarjana Islam berpendapat bahwa dalam konsep time value of money yangmembenarkan pengambilan bunga atas pinjaman bukanlah fitur dalam sistem keuangan Islam. Namun, sebagaimana disebutkan di atas, beban bunga hanya salah satu biaya kesempatan (opportunity cost) yang tampaknya membenarkan nilai waktu dari uang dalam analisis konvensional.
Islam mendorong seseorang untuk membayar utang orang lain sesegera mungkin. Hal ini khususnya biaya kesempatan yang dihadapi oleh si pemberi pinjaman. Oleh karena itu, banyak sarjana Islam berpendapat bahwa nilai waktu dari uang merupakan konsep yang berlaku di bidang ekonomi dan keuangan Islam.
Islam mengakui kewujudan nilai waktu uang dalam aktivitas perekonomian atau transaksi keuangan yang dikontrakkan. Pengakuan ini dapat dibuktikan berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an, hadis dan pernyataan para fuqaha berkaitan dengan kebolehan kontrak murabahah.
Dalam kontrak murabahah, penjual menetapkan harga yang lebih tinggi secara tangguh dibandingkan harga tunai. Alasan penetapan kenaikan harga dalam kontrak murabahah yang dikemukakan oleh para fuqaha adalah faktor tangguh (al-‘ajal). Alasan ini menunjukkan bahwa fuqaha memperhatikan pengaruh dimensi waktu al-‘ajal (tangguhatas harga barang.
Adapun asas terhadap wujudnya nilai waktu uang dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Konsep keutamaan nilai waktu (tafdhil al-zaman)
Para fuqaha telah membincangkan masalah nilai keutamaan waktu lebih awal daripada sarjana ekonomi Barat. Fuqaha menyatakan bahwa waktu sekarang adalah lebih berharga dan bernilai dibanding dengan waktu yang akan datang. Namun begitu, setelah munculnya sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan riba yang menjadi konsep keutamaan nilai waktu ini sebagai justifikasi menghalalkan riba, maka sarjana Islam menolak konsep ini dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan suatu konsep riba.
Pakar ekonomi telah mengakui bahwa waktu mempunyai nilai komersial dalam ekonomi yang dapat mempengaruhi harga barang, bahkan Islam juga mengakui hal yang sama. Namun dalam hal ini, Islam mempunyai pandangan yang berbeda dengan analisis ekonomi konvensional. Meskipun para sarjana Islam berbeda pendapat mengenai penerimaan konsep positive time preference (PTP) dalam Islam.
Perbedaan pendapat terjadi pada saat suatu rate tertentu digunakan sebagai faktor diskonto. Mereka yang tidak menerima konsep ini adalah karena Islam tidak membolehkan riba, dan pihak lainnya yang menerima konsep ini adalah berdasarkan adanya praktek penjualan dalam bentuk bai’ as-salam, murabahahatau bai’ al-muajjal yang ternyata tidak dilarang dalam Islam.
Dalam praktek penjualan yang demikian, harga komoditi boleh berbeda dengan harga spotnya dengan adanya pelibatan waktu dalam proses pertukaran. Secara sederhana, terkadang ini dianggap bentuk pengakuan time value of money.  Apa yang diterima oleh Islam mengenai konsep positive time preference (PTP) adalah bahwa waktu sekarang adalah lebih bernilai daripada waktu yang akan datang yang menyebabkan penggunaan barang pada waktu sekarang lebih diutamakan penggunaannya pada waktu yang akan datang. Hal ini sesuai dengan dalil al-Quran sebagai berikut:
خلق الانسان من عجل سأوريكم ءاياتي فلا تستعجلون (الأنبياء : 37)
Artinya: manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. kelak akan aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (QS. al-Anbiya’ : 37)
Ayat ini bermaksud seolah-olah manusia diciptakan daripada sifaal-‘ajal, karena manusia bersifat segera tanpa tangguh dalam banyak perkara. Ini menunjukkan manusia mengutamakan waktu sekarang dibandingkan dengan waktu yang akan datang karena ia lebih cepat daripada waktu yang akan datang. Allah swt juga berfirman dalam ayat yang lain:
كلا بل تحبون العاجلة (القيامة : 20)
Artinya: sekali-kali janganlah demikian. sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia (yang cepat habisnya). (QS. Al-Qiyamah: 20)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia suka kepada hal-hal duniawi yang bersifat segera.
Akal yang rasional juga menerima hakikat bahwa tafdhil al-zaman(keutamaan waktu) adalah fitrah manusia. Keadaan ini boleh dilihat dalam kehidupan seseorang yang senantiasa mengutamakan waktu sekarang dibandingkan waktu yang akan datang. Seorang pekerja yang menerima gaji setiap awal bulan sudah tentu tidak mau gajinya ditangguhkan beberapa bulan ke depan. Begitu juga pemberi sewa rumah yang telah membuat perjanjian dengan penyewa rumahnya bahwa pembayaran akan dilakukan setiap awal bulan tentu tidak mengutamakan pembayaran sewa di akhir bulan.
2. Kebolehan menaikkan harga barang disebabkan tangguhan
Kebolehan menaikkan harga disebabkan tangguhan (al-‘ajaljuga membuktikan bahwa waktu juga mempunyai nilai ekonomi yang dapat diberikan imbalan (‘iwadh) dalam bentuk uang. Meskipun terjadi perdebatan di kalangan fuqaha, namun mayoritas ulama berpendapat bahwa menaikkan harga barangan disebabkan faktor penangguhan bayaran yang terjadi dalam berbagai kegiatan jual beli dan transaksi bertangguh seperti bai’ bi thaman ‘ajil dan bai’ al-inah adalah hukumnya boleh. Mereka bersandarkan dalil dari al-Qur’an ayat 275 surah al-Baqarah dan hadis-hadis yang membolehkan jual beli tangguh serta bayaran yang lebih daripada jual beli tunai.
Oleh karena jual beli bayaran secara bertangguh adalah boleh, maka jelaslah bahwa tangguhan dalam jual beli seperti ini merupakan waktu mempunyai nilai ekonomi yang mendasari kewujudan nilai waktu uang dalam ekonomi Islam.
3. Kaidah fiqh yang berkaitan dengan nilai waktu uang
Kewujudan nilai waktu dari uang juga boleh dibuktikan dengan asas yang lain yaitu kaidah fiqh yang sering dibahas oleh fuqaha, di antara kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kaidah  يغتفر في الشيء ضمنا ما لا يغتفر فيه قصدا
Kaidah di atas menjadi asas kewujudan nilai waktu uang dalam ekonomi Islam karena ia membedakan antara bayaran lebih (ziyadah) yang dikenakan melalui akad al-qardh (pinjaman) dan yang dikenakan dalam akad ba’i al-mua’ajjal. Sebagai contoh al-ziyadah (tambahan) yang dikenakan dalam al-qardh disebabkan tangguhan (al-ajal) bersifat khusus dan terasing (mustaqil) dari nilai asal pinjaman, tetapi tambahan bayaran dalam bai al-mua’ajjal yang disebabkan tangguhan adalah bersifat mengikut barang yang dijual (tabi’ li al-mabi’) dan tidak terasing dari barang jualan tersebut. Kewujudan nilai waktu dalam bentuk yang disebutkan di atas mempengaruhi harga barang yang dijual. Namun begitu nilai waktu dalam hal ini tidak digantikan dengan al-‘iwadh secara khusus dan terasing seperti dalam akadqardh.
b. Kaidah الخراج بالضمان 
Kaidah di atas bermaksud sesuatu manfaat atau hasil yang berasal daripada sesuatu yang dibeli adalah hak milik pembeli sebagai imbalan (al-‘iwadh) kepada tanggungjawabnya terhadap risiko bagi kepemilikan barang tersebut. Dengan itu, kaidah ini terpakai dalam bai al-mua’ajjal untuk menunjukkan kewujudan nilai waktu uang dalam aktivitas perdagangan, karena jual beli jenis ini masih tidak keluar dari hukum dan kaidah-kaidah dalam jual beli seperti khiyar dan keadaan yang mengakibatkan keuntungan atau kerugian. Keadaan ini menyebabkan bai’ muajjal juga mengalami risiko dan penjual dalam hal ini harus menanggung risiko seperti dalam akad-akad jual beli yang lain. Risiko yang akan ditanggung oleh penjual membolehkan untuk mengenakan harga yang lebih tinggi disebabkan tangguhan dan kelebihan harga dikira sebagai keuntungan yang boleh.
c. Kaidah التابع لا ينفرد بالحكم 
Kaidah ini bermaksud sesuatu yang bersifat tabi’ tidak perlu diasingkan dari segi hukum yang diperuntukkan untuk al-matbu’. Seperti penjualan seekor binatang yang mempunyai kandungan di dalam perutnya. Anak dalam kandungan binatang tersebut juga dikira telah dijual bersama dengan akad jual beli ibunya dan akad yang baru tidak perlu dibuat untuk menjual kandungan binatang tersebut karena ia mengikut tabi’ hal keadaan ibunya yang telah dijual. Menurut kaidah ini barang jualan (al-mabi’) sebenarnya bertindak sebagai matbu’ yang hukumnya diaplikasikan juga ke atas matbu’ yaitu waktu.
Oleh karena itu, kaidah ini menjelaskan bahwa waktu sebenarnya tidak mempunyai harganya yang tersendiri dan terasing dari harga barangan yang dijual karena waktu itu sendiri bukanlah al-mal (harta) yang boleh diperdagangkan, sebaliknya waktu mempunyai harga dan nilai ekonomi apabila disertakan dengan penjualan barangan lain. Artinya nilai waktu uang sebenarnya wujud secara tidak langsung (indirect) disebabkan harganya secara tidak langsung juga termasuk di dalam harga barang yang jual dan barang yang dijual juga secara langsung.
            Time value of money sangat erat kaitannya dengan riba, karena waktu diberikan nilai harga secara tersendiri bisa menyebabkan terjadinya riba al-nasiah.Aplikasi nilai waktu uang yang seperti ini dapat dilihat dalam kontrak pinjam-meminjam atau sewa menyewa yang mengenakan bunga sebagai keuntungan karena nilai bunga yang dikenakan adalah semata-mata imbalan kepada al-ajal. Oleh karena itu al-ajal dalam hal ini adalah diharamkan oleh syara.
Aplikasi konsep nilai waktu uang haruslah bebas dari unsur-unsur riba, namun nilai waktu uang tidak dianggap riba jika waktu tersebut diberikan imbalan uang secara bersama-sama atau secara tidak langsung seperti dalam jual beli tangguh dan kontrak murabahah. Dalam jual beli ini, dimensi waktu al-ajaldiberikan imbalan uang secara bersama dengan harga barang yang dijual secara tangguh. Kewujudan harga barang tersebut menyebabkan dimensi waktu al-ajaltidak diberikan imbalan uang secara tersendiri atau sebaliknya imbalan uang diberikan secara tidak langsung. Situasi ini ternyata bebas dari unsur riba yang dapat membawa kepada unsur negatif.
Meskipun waktu boleh diberikan nilai uang namun tetap tidak dianggap sebagai harta (al-mal) karena waktu tidak memenuhi kriteria al-‘ainiyyah yang harus ada pada setiap sesuatu yang dikatakan al-mal (harta). Sebaliknya waktu hanya mempunyai nilai harta (qimah al-mal) yang disebut juga maliyah al-zamansehingga layak untuk diberikan imbalan dalam bentuk harta (al-‘iwad al-mali).
Konsep dan aplikasi nilai waktu uang (time value of money) dalam Islam berbeda dengan sistem konvensional, meskipun kedua-duanya menghasilkan tambahan ke atas harga barang yang dikontrakkan. Tambahan (ziyadah) yang dihasilkan melalui pemakaian konsep nilai waktu uang dalam Islam tidak dianggap sebagai riba yang diharamkan. Tetapi tambahan yang didapatkan dari aplikasi nilai waktu uang dalam sistem konvensional dianggap riba hakiki.

Konsep nilai waktu uang mempunyai ciri yang berbeda antara penggunaannya dalam Islam dan sistem konvensional. Perbedaannya yang paling menonjol adalah dalam Islam bahwa uang bukanlah komoditas, dan juga nilai waktu uang dalam sistem konvensional membolehkan riba yang jelas diharamkan dalam Islam.

Materi Ke-2 Dasar-Dasar Manajemen Keuangan dan Fiqih Keuangan

*      Materi Ke-2
Dasar-Dasar Manajemen Keuangan dan Fiqih Keuangan
Ø  Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
          Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan.
          Penjelasan Singkat Masing-Masing Fungsi Manajemen Keuangan :
1. Perencanaan Keuangan
Membuat rencana pemasukan dan pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk periode tertentu.
2. Penganggaran Keuangan
Tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan.
3. Pengelolaan Keuangan
Menggunakan dana perusahaan untuk memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara.
4. Pencarian Keuangan
Mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan perusahaan.
5. Penyimpanan Keuangan
Mengumpulkan dana perusahaan serta menyimpan dana tersebut dengan aman.
6. Pengendalian Keuangan
Melakukan evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan pada perusahaan.
7. Pemeriksaan Keuangan
Melakukan audit internal atas keuangan perusahaan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.
          Fungsi Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahaan, dengan demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
          Kegiatan penting lain yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut 4 (empat) aspek yaitu :
1. Pertama, yaitu dalam perencanaan dan peramalan, dimana manajer keuangan harus bekerja sama dengan para manajer lain yang ikut bertanggung jawab atas perencanaan umum perusahaan.
2. Kedua, yaitu manajer keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan investasi dan pembiayaan, serta segala hal yang berkaitan dengannya.
3. Ketiga, yaitu manajer keuangan harus bekerja sama dengan para manajer lain di perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin.
4. Keempat, yaitu menyangkut penggunaan pasar uang dan pasar modal, manajer keuangan menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan, di mana dana dapat diperoleh dan surat berharga perusahaan dapat diperdagangkan.
Dari ke empat aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas pokok manajer keuangan berkaitan dengan keputusan investasi dan pembiayaannya. Dalam menjalankan fungsinya, tugas manajer keuangan berkaitan langsung dengan keputusan pokok perusahaan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
          Fungsi Utama Manajemen Keuangan
1. Investment Decision : Keputusan terhadap aktiva apa yang akan dikelola perusahaan.
2. Financing Decision : Keputusan berkaitan dengan penetapan sumber dana yang diperlukan dan penetapan perimbangan pembelanjaan yang terbaik (struktur modal yang optimal).
3. Assets Management Decision : Keputusan berkaitan penggunaan dan pengelolaan aktiva (kata bijak: lebih mudah membangun daripada mengelola).
          Tugas Pokok Manejemen Keuangan
Tugas-tugas dasar yang diemban oleh seorang menejer keuangan secara umum adalah :
1. Mendapatkan Dana Perusahaan
2. Menggunakan Dana Perusahaan
3. Membagi Keuntugan / Laba Perusahaan
          Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan dengan adanya manajer keuangan untuk mengeloka dana perusahaan pada suatu perusahaan secara umum adalah untuk memaksimalisasi nilai perusahaan. Dengan demikian apabila suatu saat perusahaan dijual maka harganya dapat ditetapkan setinggi mungkin.

Ø  Fiqih Keuangan
          Prinsip-Prinsip Dasar Muamalah
          Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah terlepas dari kegiatan kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya. Maka dikenallah objek yang dikaji dalam fiqh muamalat, walau para fuqaha (ahli fiqih) klasik maupun kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh muamalah membahas hal berikut : teori hak-kewajiban, konsep harta, konsep kepemilikan, teori akad, bentuk-bentuk akad yang terdiri dari jual-beli, sewa-menyewa, sayembara, akad kerjasama perdagangan, kerjasama bidang pertanian, pemberian, titipan, pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi, pengalihan hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait dengan kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa izin – edt), merusak, barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan sekongsi dengan mendapat ganti yang jelas).
          Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip dasar yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 (lima) hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.
1. Maisir
Menurut bahasa maisir berarti gampang / mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam Al Quran (2:219 dan 5:90).
2. Gharar
Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan. Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :
– Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;
– Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak;
– Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.
Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Atau kegiatan para spekulan jual beli valas.
3. Haram
Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya menjadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.
4. Riba
Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras.
Tahapan turunnya ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :
1. Pertama, yaitu menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru mengurangi harta. Sesungguhnya zakatlah yang menambah harta. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
2. Kedua, yaitu  riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa : 160-161.
“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
3. Ketiga, yaitu riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
4. Keempat, yaitu merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah mengharamkan riba. QS. Al Baqarah : 278-279 berikut ini menjelaskan konsep final tentang riba dan konsekuensi bagi siapa yang memakan riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
5. Bathil

Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan dalam bermuamalat.

Senin, 06 Oktober 2014

Materi Ke-1 Manajemen Keuangan Syari'ah

Nama                 : Saadah Dahliana           
Program Studi : Ekonomi Syari’ah
Semester           : 5 (Lima) Ganjil
Mata Kuliah     : Manajemen Keuangan Syari’ah
Dosen                : Bapak Agus Barkah

*      Materi Ke-1
Manajemen Keuangan Syari’ah
          Manajemen keuangan syari’ah dalam pandangan islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya pun harus diikuti dengan baik. Hal apapun tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Ini merupakan prinsip utama dalam ajaran islam. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, ”Sesungguhnya Allah  SWT sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat waktu, terarah, jelas dan tuntas)”. Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai oleh Allah SWT. Sebenarnya, manajemen bisa diartikan mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, cepat, dan tuntas merupakan, dan merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran islam. Manajemen syari’ah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) karena menyadari adanya pengawasan dari yang Maha Tinggi, yaitu Allah SWT yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk. Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan yang melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pemimpin atau atasan. Setiap kegiatan dalam manajemen syari’ah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi. Contoh manajemen yang dipraktekan oleh Nabi Adam SAW misalnya, dengan persitiwa perselisihan yang terjadi pada putra-putranya sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil karena ada pihak yang melanggar peraturan dalam memilih pasangan. Ini bentuk manajemen dimana diterapkan sebuah aturan-aturan, jika dilanggar maka akan menyebabkan sesuatu yang fatal.
          Nabi Yusuf juga mencotohkan bagaimana ia seorang yang memiliki sifat hafidz dan alim. Dimana ia merupakan pemimpin yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan bukan semata-mata pada kekuasaan. Nabi Nuh SAW yang melakukan dakwah dengan manajemen yang baik dimana ia lakukan dengan cara halus, hikmah, jelas, dan argumentatif. Nabi Ibrahim SAW dan Nabi Ismail SAW juga mencotohkan proses manajemen dimana perintah-perintah dari Allah SWT yang sifatnya mutlak ia lakukan dengan proses-proses dialogis kepada pengikutnya supaya dijalankan dengan kesadaran. Dan terakhir manajemen yang dicontohkan Rasulullah SAW dengan menempatkan orang pada posisi yang tepat (right man on the right place). Inilah beberapa contoh manajemen syari’ah yang dicontohkan para Nabi SAW. Manajemen dalam organisasi bisnis (perusahaan) merupakan suatu proses aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan bisnis melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi perusahaan yang bersangkutan. Dalam konteks di atas, islam menggariskan hakikat amal perbuatan manusia harus berorientasi pada pencapaian ridha Allah SWT. Hal ini seperti dinyatakan oleh Imam Fudhail bin Iyadh, dalam menafsirkan surat Al-Mulk ayat 2 : “Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dialah Maha Perkasa dan Maha Pengampun”. Ayat ini mensyaratkan dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan syariat islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong baik (ahsanul amal), yaitu amal terbaik di sisi Allah SWT. Dengan demikian, keberadaan manajemen organisasi harus dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi islam dalam kegiatan organisasi tersebut. Implementasi nilai-nilai islam berwujud pada difungsikannya islam sebagai kaidah berfikir dan kaidah amal (tolak ukur perbuatan) dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai islam inilah sesungguhnya yang menjadi nilai-nilai utama organisasi. Dalam implementasi selanjutnya, nilai-nilai islam ini akan menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi sebagai kaidah berfikir, aqidah, dan syari’ah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dan beraktivitas, sedangkan kaidah amal, syari’ah difungsikan sebagai tolak ukur kegiatan organisasi. Tolak ukur syari’ah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim. Sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah SWT. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur strategis bagi aktivitas perusahaan adalah syari’ah islam itu sendiri. Aktivitas perusahaan apa pun bentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syari’ah. Oleh karena itu, syari’ah adalah aturan yang diturunkan Allah SWT untuk manusia melalui lisan para Rasul-Nya. Syari’ah tersebut harus menjadi pedoman dalam setiap aktivitas manusia, termasuk dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menegaskan hal tersebut. “Maka demi Rabbmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa’ : 65)”. “Apa saja yang dibawa dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW (berupa syari’ah, maka ambillah) dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.  (QS. Al-Hasyar : 7)”. Dengan demikian, orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki, akan senantiasa terikat dengan dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah mengikat setiap pelaku keuangan syari’ah, maka aktivitas perusahaan yang dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syari’ah. Konsep perdagangan yang dibicarakan Al-Qur’an pada umumnya bersifat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam perdagangan sepanjang masa, sesuai dengan karakter keabadian Al-Qur’an. Dengan demikian Al-Qur’an tidak menjelaskan konsep perdagangan secara rinci. Seandainya Al-Qur’an berbicara secara rinci dan detail, ia akan sulit untuk menjawab berbagai persoalan perdagangan yang senantiasa berubah dan berkembang dalam menghadapi tantangan zaman.
          Perbedaan antara manajemen konvensional dan syari’ah. Semua orang telah mengetahui bahwa prinsip-prinsip ekonomi pada umumnya dan manajemen pada khususnya selalu mengagungkan perolehan hasil sebesar-besarnya dengan kerja sekecil-kecilya. Prinsip konvensional ini berkembang pesat di dunia barat. Islam tidak menentang prinsip konvensional ini bahkan mendorong prinsip itu. Masalahnya adalah manajemen syari’ah hanya menambahkan rambu-rambu penerapan prinsip konvensional agar tidak hanya ditujukan untuk memperoleh hasil di dunia saja melainkan harus dibarengi dengan perolehan hasil di akhirat. Adanya rambu-rambu ini diharapkan para pelaku ekonomi pada umumnya dan manajemen pada khususnya mempunyai rem yang cukup pakem untuk tidak merugikan orang lain. Untuk memahami manajemen syari’ah ini harus terlebih dahulu mengetahui pandangan islam tentang harta dan dasar-dasar sistem ekonominya. Diterangkan dalam AI-Qur’an bahwa harta adalah sebuah obyek yang digunakan menguji manusia dan harta juga sebuah sarana untuk melaksanakan taqwa. Selain itu diperingatkan pula bahwa harta dapat membawa mala petaka manusia di akhirat nanti bila salah menyikapinya.
Ada 2 (dua) pandangan islam dalam melihat harta :
1. Sebagai suatu hak atau kepemilikan sesama manusia, islam sangat menghargainya sedang dalam hubungan manusia terhadap tuhannya, manusia tidak mempunyai hak sama sekali. Bertolak dari dasar-dasar tersebut diatas maka semua yang dilakukan dalam manajemen syari’ah yang dititik beratkan pada bidang ekonomi tidak akan lepas dari kehati-hatian dalam menyikapi harta. Maka penerapan manajemen syari’ah secara utuh tidak akan membuat orang saling menindas dalam menjalankan roda perekonomian. Semua orang akan merasa diuntungkan karenanya.
2. Sebagai alternatif pilihan untuk menunjang perbaikan ekonomi di Indonesia, salah satu faktor utama jatuhnya perekonomian di Indonesia adalah dibangun oleh mereka yang kurang mempertimbangkan akhlak berekonomi. Selain mengikuti sistem ekonomi liberal (konvensional) yang didalamnya juga mengikuti manajemen liberal (konvensional), mereka juga melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kejujuran. Hasilnya dapat dilihat sekarang ini. Apa yang dilakukan para pelaku ekonomi kelas atas dampaknya dipikul oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya sistem ekonomi syari’ah pada umumnya dan manajemen syari’ah pada khususnya diharapkan para pelaku ekonomi dan manajer mempunyai rambu-rambu yang mungkin selama ini belum dikenalnya. Rambu-rambu itu dapat meratakan kemakmuran kesegala lapisan masyarakat. Sebagai contoh, manajemen syari’ah memberikan rambu-rambu pada sistem jual-beli. Dikatakan dalam rambu-rambu itu bahwa orang kota dilarang mencegat dan memborong dagangan orang desa dengan maksud agar orang desa tidak bisa mengetahui harga pasar. Dikatakan juga bahwa islam tidak boleh mematok harga sehingga pasar tidak bisa mengikuti hukum “Permintaan Dan Penyediaan”. Untuk mendorong kegigihan berusaha, dalam manajemen syariah terdapat sebuah dorongan yang mengatakan bahwa “Di Dalam Kesulitan Ada Kemudahan”. Contoh-contoh kecil tersebut menunjukkan adanya sistem yang gigih dan berpihak pada mereka yang sering dirugikan untuk menuju suatu sistem pasar bebas. Dengan dikenalnya berbagai rambu-rambu yang ada dalam manajeman syari’ah diharapkan gema kegigihan, kejujuran, pemerataan, dan perlindungan pada mereka yang lemah akan mewamai perekonomian dan pemerintahan di Indonesia.

          Maka,atas dasar uraian di atas maka perlu disimpulkan prinsip-prinsip manajemen lembaga keuangan syari’ah yang diajarkan Al-Qur’an, setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha di antara dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau didzalimi. Penegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran mata uang (kurs), dan pembagian keuntungan. Prinsip larangan riba. Kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan universal. Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan seperti usaha yang merusak mental misalnya narkoba dan pronografi. Demikian pula komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan thayyib baik barang maupun jasa. Perdagangan harus terhindar dari praktik spekulasi , gharar, tadlis dan maysir. Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan mengingat  Allah SWT. Dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang maupun bukan, hendaklah dilakukan pencatatan yang baik.